Weton Jawa merupakan salah satu sistem kalender tradisional yang masih dipergunakan hingga saat ini di Jawa dan sekitarnya. Konsep weton digunakan untuk menentukan hari baik dan buruk dalam kehidupan sehari-hari, serta dipercayai mempengaruhi karakter dan sifat-sifat seseorang yang lahir pada hari tersebut.
Selain itu, Weton Jawa juga memiliki keterkaitan erat dengan budaya dan tradisi Jawa, serta memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya.
Dalam artikel ini, Cukuptau akan membahas lebih dalam mengenai konsep dasar Weton Jawa, makna setiap pasaran, penggunaan, serta perkembangan dan variasinya.
Pengertian Weton Jawa :
Weton Jawa adalah sistem kalender tradisional yang digunakan oleh masyarakat Jawa untuk menentukan hari baik dan buruk dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep weton sendiri terdiri dari dua elemen, yaitu hari pasaran dan pasaran. Hari pasaran adalah hari dalam satu minggu seperti Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Sementara itu, pasaran merupakan peringkat kelahiran dalam siklus lima unsur dalam budaya Jawa.
Konsep weton dipercayai mempengaruhi karakter dan sifat-sifat seseorang yang lahir pada hari tersebut. Misalnya, orang yang lahir pada pasaran Pon diyakini memiliki sifat-sifat seperti tekun, ulet, dan tahan banting.
Selain itu, weton juga dipergunakan dalam berbagai acara penting dalam kehidupan sehari-hari seperti pernikahan, pindah rumah, atau memulai usaha baru.
Keterkaitan weton dengan budaya dan tradisi Jawa sangat erat, dan menjadi bagian penting dalam menjaga keseimbangan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya.
Meski terdapat variasi weton dari berbagai daerah di Jawa, konsep dasar weton tetap menjadi landasan dalam penggunaannya.
Pasaran dalam weton jawa:
Dalam Weton Jawa, terdapat lima unsur yang terdiri dari kayu, api, tanah, logam, dan air, yang disebut Pancha Suda atau Pancha Warna.
Setiap unsur memiliki dua pasaran yang berbeda, sehingga secara keseluruhan terdapat sepuluh pasaran dalam Weton Jawa. Berikut adalah beberapa contoh pasaran dalam Weton Jawa:
- Pasaran Legi terkait dengan unsur tanah dan dianggap sebagai pasaran yang paling utama. Pasaran ini dianggap baik untuk memulai usaha atau menentukan hari pernikahan.
- Pasaran Pahing terkait dengan unsur kayu dan dianggap sebagai pasaran yang berkaitan dengan pertumbuhan dan pergerakan. Pasaran ini dipercayai baik untuk memulai usaha yang berkaitan dengan pertumbuhan, seperti menanam tanaman.
- Pasaran Pon terkait dengan unsur logam dan dianggap sebagai pasaran yang kuat dan tahan banting. Pasaran ini dipercayai baik untuk memulai usaha yang memerlukan ketahanan dan ketekunan.
- Pasaran Wage terkait dengan unsur api dan dianggap sebagai pasaran yang berkaitan dengan kecerdasan dan kekuatan spiritual. Pasaran ini dipercayai baik untuk memulai usaha yang memerlukan pemikiran dan kekuatan spiritual.
- Pasaran Kliwon terkait dengan unsur air dan dianggap sebagai pasaran yang memiliki energi yang paling kuat. Pasaran ini dipercayai baik untuk memulai usaha yang memerlukan energi yang kuat, seperti memulai usaha besar atau pindah rumah.
Konsep dasar Weton Jawa :
Konsep dasar Weton Jawa terdiri dari dua unsur, yaitu hari pasaran dan pasaran. Hari pasaran terdiri dari tujuh hari dalam seminggu, yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu.
Sedangkan pasaran terdiri dari lima unsur dalam siklus lima tahunan yang dikenal sebagai Pancha Suda atau Pancha Warna, yaitu kayu, api, tanah, logam, dan air.
Setiap unsur tersebut memiliki dua pasaran yang berbeda, sehingga secara keseluruhan terdapat sepuluh pasaran dalam Weton Jawa.
Konsep dasar weton sangat penting dalam budaya Jawa karena dianggap mempengaruhi karakter dan sifat-sifat seseorang yang lahir pada hari tertentu.
Selain itu, konsep weton juga dipergunakan untuk menentukan hari baik dan buruk dalam kehidupan sehari-hari, seperti untuk memulai usaha baru, memilih hari pernikahan, atau pindah rumah.
Beberapa pasaran dianggap lebih baik untuk memulai usaha atau mengambil keputusan penting, sementara pasaran lainnya dianggap kurang baik dan sebaiknya dihindari.
Penggunaan konsep weton juga berkaitan erat dengan budaya dan tradisi Jawa.
Misalnya, pada hari kelahiran seseorang, keluarga biasanya menyelenggarakan upacara yang disebut upacara panggih atau potong gembul, yang bertujuan untuk memberikan doa dan harapan agar anak tersebut tumbuh menjadi anak yang baik dan berbakti kepada orang tua.
Dalam perkembangannya, konsep weton juga mengalami variasi di berbagai daerah di Jawa. Meski begitu, konsep dasar weton tetap menjadi landasan dalam penggunaannya.
Konsep weton ini menjadi salah satu ciri khas budaya Jawa yang masih lestari dan terus dipertahankan hingga saat ini.
Berikut ini beberapa contoh penggunaan weton Jawa dalam kehidupan sehari-hari:
- Menentukan hari baik untuk pernikahan. Dalam budaya Jawa, pemilihan hari pernikahan sangat penting dan seringkali didasarkan pada weton. Misalnya, hari pernikahan yang jatuh pada pasaran Legi dipercayai akan membawa keberuntungan bagi pasangan pengantin.
- Menentukan hari baik untuk memulai usaha. Weton Jawa juga digunakan untuk menentukan hari baik untuk memulai usaha baru. Pasaran Pahing, misalnya, dipercayai baik untuk memulai usaha yang berkaitan dengan pertumbuhan, seperti menanam tanaman.
- Menentukan hari baik untuk pindah rumah. Pindah rumah merupakan keputusan penting dan juga biasanya didasarkan pada weton Jawa. Pasaran Kliwon dipercayai sebagai hari yang baik untuk pindah rumah karena dianggap memiliki energi yang kuat dan membawa keberuntungan.
- Menentukan hari baik untuk upacara adat. Upacara adat seperti potong rambut atau selamatan juga biasanya didasarkan pada weton. Misalnya, upacara potong rambut biasanya diselenggarakan pada hari kelahiran anak yang jatuh pada pasaran tertentu.
- Menentukan nama anak. Dalam budaya Jawa, nama anak seringkali didasarkan pada weton atau hari kelahiran. Misalnya, anak yang lahir pada hari Selasa bisa diberi nama Selasa atau Selasih.
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan weton Jawa masih sangat terasa dan penting dalam budaya Jawa.
Meskipun mungkin terdengar mistis bagi sebagian orang, weton Jawa tetap menjadi bagian yang penting dalam kehidupan masyarakat Jawa hingga saat ini.
Perkembangan dan variasi weton :
Weton Jawa merupakan salah satu konsep astrologi tradisional yang sangat populer di kalangan masyarakat Jawa.
Namun, seperti halnya kebudayaan dan tradisi lainnya, perkembangan zaman dan pengaruh dari luar membawa perubahan dalam konsep weton Jawa itu sendiri.
Hal ini terlihat dari banyaknya variasi weton Jawa yang berkembang, di antaranya adalah weton Bali, weton Sunda, dan weton Tionghoa.
Weton Bali, misalnya, memiliki konsep yang mirip dengan weton Jawa namun dengan beberapa perbedaan.
Weton Bali tidak hanya memperhitungkan hari lahir dan pasaran, tetapi juga memperhitungkan arah lahir dan angka keberuntungan yang berkaitan dengan unsur-unsur alam.
Sementara itu, weton Sunda memiliki perhitungan yang lebih sederhana dengan hanya memperhitungkan hari lahir dan pasaran. Sedangkan weton Tionghoa, yang juga dikenal sebagai Shio, memiliki perhitungan berdasarkan tahun lahir dengan memperhatikan siklus 12 binatang yang disebut shio.
Meskipun memiliki perbedaan-perbedaan tersebut, kesamaan dalam filosofi dan makna dari weton tetap terjaga dan menjadi landasan penting dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat yang mempercayainya.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, Weton Jawa adalah konsep astrologi tradisional yang masih sangat populer dan digunakan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini.
Meskipun terlihat mistis bagi sebagian orang, Weton Jawa menjadi panduan dalam memilih hari baik dalam kehidupan sehari-hari seperti pernikahan, memulai usaha, pindah rumah, dan upacara adat. Selain itu, weton Jawa juga menjadi acuan dalam menentukan nama anak dan memberikan ramalan tentang karakter seseorang.
Konsep dasar weton Jawa mengajarkan kita untuk lebih memperhatikan lingkungan dan alam sekitar, serta memperkuat koneksi dengan spiritualitas yang ada di dalam diri kita.
Weton Jawa merupakan bagian penting dari warisan budaya Indonesia yang harus dijaga dan diapresiasi oleh generasi selanjutnya.
Cukup Tau | Tempat Kamu Cari Tau